TIPONIM KOTA PANGKALPINANG

by SEJARAH PANGKALPINANG | 23.22 in |

Pangkalpinang mulai disebut dalam literatur sekitar abad 17, Toponim Pangkalpinang secara etimologis berasal dari kata Pangkal atau Pengkal dalam bahasa Bangka yang berarti pusat distrik (Distric Capital), kota tempat pasar (Market Town), tempat berlabuh Kapal (a boatlanding), dan pusat segala aktifitas dimulai (where a path begin). Sebagai pusat segala aktifitas.

Di atas sebutan Pangkal atau Pengkal juga digunakan oleh orang Bangka untuk penyebutan daerah seperti Pangkal Bulo, Pangkal Lihat yang menjadi Sungai Lihat, Pangkal Menduk, Pangkal Mangas, di samping sebutan Pangkalpinang sendiri. Sedangkan Pinang (Areca chatecu) adalah nama sejenis tumbuhan Palm yang multi fungsi dan banyak tumbuh di Bangka. Jadi penamaan Pangkalpinang dimulai dari terbentuknya kampung kecil yang banyak ditumbuhi Pohon Pinang. Ditengahnya mengalir sungai sungai yang airnya bening. Banyak perahu atau wangkang yang keluar masuk dari kampung kecil itu, dan di tepi sungai sungai tersebut banyak pula ditumbuhi pohon Pinang. Oleh pengguna Perahu atau Wangkang, pohon Pinang tersebut digunakan untuk menambat perahu mereka ketika berlabuh.

Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam Pangkalpinang sudah menjadi pusat segala aktifitas kegiatan dan pemukiman. Pada tahun 1813 ketika Inggris berkuasa di Bangka, Inggris (East India Company) menjadikan Pangkalpinang sebagai salah satu Distrik dari tujuh distrik eksplorasi Timah yang produktif di samping Jebus, Klabat, Sungailiat, Merawang, Toboali dan Belinyu.

Setelah Perjanjian London tanggal 13 Agustus 1814, ketika Kesultanan Palembang dan daerah daerah lainnya termasuk pulau Bangka diserahkan Inggris kepada Belanda sebagai ganti Cotchin di India, oleh Pemerintah Hindia Belanda, Pangkalpinangpun dijadikan salah satu distrik penghasil timah yang produktif. Sebagai satu distrik Pangkalpinang dipimpin seorang Administrateur yang merangkap kepala pemerintahan sipil distrik. Sejak itu Pangkalpinang mulai berkembang sebagai pusat kegiatan perdagangan dan pertambangan. Lambat laun kampung kecil yang pada awal mula terbentuknya hanyalah berupa pangkalan (parit) pengumpul timah, daerahnya berawa-rawa dan dibelah oleh sungai sungai (diantaranya Sungai Rangkui, Sungai Pedindang) yang dapat dilalui wangkang atau kapal kapal kecil hingga ke muara, terus tumbuh dan berkembang menjadi kampung besar, terbukti pada tahun 1848 jumlah penduduk Pangkalpinang sekitar 6.694 orang, yang tersebar di 105 kampung.

Seluruh proses serah terima daerah berdasarkan perjanjian London dilakukan antara M.H.Court sebagai perwakilan Inggris dengan K. Heynes yang mewakili Belanda. Serah terima dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 1816 di Mentok. Serah terima ini jelas sekali menunjukkan bahwa Mentok dan pulau Bangka pada waktu itu merupakan Bandar dan tempat yang strategis bagi Inggris dan Belanda di Kawasan Sumatera. Belanda lalu mengangkat Residen Bangka pertama K. Heynis yang kemudian karena bermasalah, jabatannya langsung dicopot dan diambil alih langsung oleh Herman Warner Muntinghe, Comissaris General Belanda. Muntinghe mendarat di Mentok pada tanggal 20 April 1818. Muntinghe adalah orang yang menyulut perang Menteng atau perang Palembang tahun 1819 dan kemudian menghapuskan Kesultanan Palembang Darussalam. Pada tahun 1818 diangkatlah M.A.P Smissaert sebagai Residen Bangka hingga terbunuh pada tanggal 14 November 1819 di sungai Buku perbatasan Desa Zed dengan Desa Puding pada waktu perjalanan pulang dari Pangkalpinang menuju Mentok. Jabatan Residen kemudian dirangkap oleh komandan militer Belanda Letkol Keer.

Sejak berkuasa kembali di Bangka, Pemerintah Hindia Belanda yang oleh Pemerintah Kerajaan Belanda diberi Hak Oktroi, yaitu hak untuk menggunakan kekuatan militer dalam kegiatan perdagangan, melakukan eksploitasi terhadap rakyat dan hasil Pulau Bangka. Dengan menggunakan berbagai dalih serta alasan terutama penghapusan terhadap sistem Timah Tiban, Belanda kemudian berangsur angsur menguasai dan memonopoli Perdagangan Timah dan Komoditas lainnya. Penindasan yang dilakukan Belanda menyebabkan kesengsaraan yang luar biasa pada rakyat, sehingga terjadilah perlawanan perlawanan rakyat.

Untuk menumpas perlawanan tersebut Belanda menjadikan Pangkalpinang sebagai basis pertahanan dan pusat kekuatan pasukannya. Sebagai bukti bahwa Pangkalpinang sebagai pusat atau basis pertahanan Pasukan Belanda adalah pada waktu pertempuran besar besaran di Bangka kota pada bulan September tahun 1819. Untuk kedua kalinya Bangkakota diserang oleh Belanda dari darat yang dipimpin oleh Kapten Laemlin yang membawa pasukannya dari Pangkalpinang ,dan memulai serangan pada tanggal 14 September 1819, sedangkan serangan dari laut dilakukan oleh Belanda dengan empat buah kapal perang dibawah pimpinan Kapten Baker. Kemudian untuk menumpas perlawanan Depati Bahrin dan untuk mempertahankan Pulau Bangka pada tahun 1819 Admiral Constantinjn Johan Walterbeek mengirim 100 orang infanteri ke Pangkalpinang di bawah pimpinan Kapten Ege. Pasukan ini juga difungsikan sebagai cadangan karena pada waktu itu juga sedang berlangsung Perang Palembang. Pada bulan Maret tahun 1820 Letnan Reisz melancarkan serangan dengan membawa pasukan dari Pangkalpinang untuk menaklukkan Kota beringin. Bukti lainnya bahwa Pangkalpinang adalah pusat kekuatan militer Belanda adalah ketika Belanda menghadapi perlawanan Depati Amir.

0 komentar:


Wahyu purwanto lahir di Pangkalpinang tanggal 24 oktober 1991,tinggal di K.H.ABDUL HAMID Gang KENANGA 3 PANGKALPINANG, merupakan salah satu mahasiswa di STMIK ATMA LUHUR PANGKALPINANG