IBUKOTA KERESIDENAN BANGKA

by SEJARAH PANGKALPINANG | 23.24 in |

Karena letak Pangkalpinang yang strategis di tengah Pulau Bangka maka Belanda menjadikan Pangkalpinang sebagai salah satu basis kekuatan meliter untuk menumpas perlawanan –Terakhir perlawanan rakyat Bangka seperti perlawanan Bangkakota tahun 1819-1820, perlawanan Depati Bahrin tahun 1820-1828 dan Perlawanan Depati Amir tahun 1848-1851. Puncaknya pada tahun 1913, Belanda memindahkan ibukota Keresidenan Bangka dari Mentok ke Pangkalpinang. Pemindahan ini sekaligus memisahkan administrasi negeri dengan administrasi pertambangan timah yang berakibat Pangkalpinang menjadi pusat penambangan timah di Bangka dengan berdirinya perusahaan Timah Banka Tin Winning (BTW) dan pusat administrasi negeri (bestuur). Sebelum menjadi Ibukota Keresidenan Bangka, Pangkalpinang merupakan Keasistenan Residen yang dipimpin oleh seorang Controleur bernama RJ Koppenol yang dibantu oleh seorang Demang yaitu Raden Ahmad.

Sejak menjadi ibukota Keresidenan Bangka dengan Residen pertama A.J.N. Engelenberg (tahun 1913-1918) Pangkalpinang mulai tumbuh dan berkembang menjadi kota yang ramai dengan segala aktifitasnya. untuk menjalankan roda administrasi pemerintahan di Pangkalpinang sejak tahun 1913 Residen Belanda mulai menempati rumah Residen (Rumah Dinas Walikota Sekarang) yang sebelumnya ditempati oleh Controleur RJ Koppenol. Rumah Residen sering disebut orang Pangkalpinang dengan Rumah Besar, karena rumahnya besar dan kokoh terdiri atas 2 kamar utama, 4 Paviliun, Poyer, Ruang Tamu dan 2 ruang makan, beberapa ruang tidur kecil serta dapur, memiliki beranda yang luas dengan 10 (sepuluh) pilar yang besar dan kokoh. Rumah ini terletak di Jalan Merdeka No. 1 atau merupakan titik Nol Pulau Bangka. Rumah di bangun di atas lahan seluas 7656,25 M2 yang dikelilingi oleh Pohon Pinang Raja. Di halaman depan rumah terdapat Meriam meriam kuno yang terbuat dari besi dan perunggu. Dua meriam dari tipe sundut itu berukuran panjang 128,5 cm, diameter pangkal 42 cm dan diameter ujung 16 cm. Sedang kedua dudukan meriam memiliki ukuran panjang 132,5 cm dan tinggi 63 cm. Pada bagian ujung meriam tertulis angka tahun 1840, sedangkan pada kedudukan meriam terdapat angka tahun 1857 serta tulisan AGW. Masing-masing meriam memiliki mulut berdiameter 7,5 cm yang menandakan ukuran kalibernya. Baik meriam maupun kedudukannya seluruhnya dicat hitam. Kedudukan astronomisnya adalah 020 71’ 210” LS dan 1060 06’ 761” BT. Disamping itu terdapat lagi dua meriam lainnya yang terpasang di muka Kantor Polisi Resort Pangkalpinang di jalan Jenderal Sudirman, sekitar 50 m dari rumah dinas Walikota Pangkalpinang, dua meriam ini juga terbuat dari besi. Ukuran panjangnya 210 cm dan 225 cm, diameter pangkal 40 cm, diameter pucuk 25 cm dan diameter lubang menyulut 11 cm. Pada ujung meriam ditulis tahun pembuatannya, yaitu tahun 1854. Dua meriam ini termasuk jenis meriam sundut yang biasanya memiliki peluru berbentuk bulat dan dimasukkan melalui bagian mulut. Sayangnya tidak jelas secara pasti siapa yang meletakkan meriam dan kapan meriam meriam tersebut diletakkan di dua tempat di atas, dari empat meriam ini semakin jelaslah bahwa Pangkalpinang merupakan pusat pertahanan dan kekuatan militer Belanda sejak tahun 1819 dan rumah yang dijadikan sebagai rumah Residen Belanda telah dibangun sebelum tahun 1913 walaupun masih berbentuk panggung terbuat dari dinding papan dan beratap sirap. Rumah ini disamping dijadikan sebagai rumah kediaman Residen juga dijadikan sebagai tempat kegiatan kemasyarakatan dan ini berlanjut hingga sekarang.

Disamping rumah Residen dibangun pula Kantor Keresidenan (kantor sementara Gubernur sekarang), Gedung pertemuan (Panti Wangka Sekarang), Kantor Polisi (Opas) dan sarana sarana lainnya seperti alun alun (Lapangan Merdeka), Jalan–jalan raya, Rumah rumah untuk Karyawan BTW dan dibangun pula taman Wilhemina (sekarang Tamansari), dengan arsitek Van Ben Benzehorn. Taman ini berfungsi sebagai tempat untuk olahraga, kesenian serta konservasi karena banyak ditanami dengan pepohonan langka yang rindang, sangat cocok untuk olahraga dan rekreasi keluarga dan berangin angin (Zich Onspannen). Sebagai kantor pusat penambangan timah terbesar di dunia, perekonomian masyarakat Pangkalpinang terasa sangat dinamis ditunjang lagi dengan letaknya yang strategis di lintas internasional. Residen A.J.N. Engelenberg pada Tahun 1918 digantikan oleh Dournik yang memerintah hingga tahun 1923, pada masa ini dibangunlah sarana dan prasana untuk kepentingan umum oleh pemerintah Hindia Belanda seperti pada tahun 1920 dibangun Rumah Sakit bagi Karyawan BTW (Sekarang Rumah Sakit Bakti Timah) dan pada tahun 1923 Belanda membangun pusat peleburan biji timah dengan menggunakan oven pendingin air di Pangkalbalam sebelum dikirim ke Singapura. Pada Tahun 1923 Residen Dournik digantikan oleh Flasel. Sebagai Residen, Flasel memerintah selama 2 tahun dan Kemudian digantikan oleh J.E Edie pada tahun 1925. Pada masa pemerintahan J.E Edie mulai dilakukan penelitian untuk mencari sumber air baku bersih untuk masyarakat Pangkalpinang dan pembangunannya direalisasikan pada tahun 1927 dengan membangun fasilitas air minum di bukit Mangkol.

Fasilitas air minum bukit Mangkol pada waktu itu dibangun untuk melayani kebutuhan 11.970 orang pelanggan kota Pangkalpinang. Residen J.E Edie pada tahun 1928 digantikan oleh Residen Haze Winkelman WD yang memerintah selama tiga bulan dan kemudian digantikan oleh Residen Hooijer. Setelah Residen Hoijer yang menjadi Residen Bangka pada tahun 1931 adalah Residen Hammester. Pada masa pemerintahan Residen Hammester, tepatnya pada tahun 1933 Pulau Belitung dijadikan salah satu Keasistenan Residen. Hammester menjadi Residen hingga tahun 1934 dan digantikan oleh Residen Mann hingga pecahnya perang Dunia Kedua. Pada saat berkecamuknya Perang Dunia Kedua Keresidenan Bangka dipimpin oleh P. Brouwer hingga Bangka diduduki bala tentara Jepang. Pada masa pendudukan Jepang seluruh aset milik Pemerintah Hindia Belanda termasuk BTW dikuasai oleh Jepang. Sistem pemerintahan yang dilakukan di Bangka berpusat di Pangkalpinang dilakukan dengan semi meliter atau pemerintahan Facisme yang disebut Bangka Belitung Gunseibu. Walaupun masa kekuasaan Jepang di Bangka sangat singkat namun penderitaan dan kesengsaraan yang diderita rakyat Bangka sangat luar biasa, hal ini terutama karena kekurangan sandang dan pangan untuk kehidupan sehari hari.

0 komentar:


Wahyu purwanto lahir di Pangkalpinang tanggal 24 oktober 1991,tinggal di K.H.ABDUL HAMID Gang KENANGA 3 PANGKALPINANG, merupakan salah satu mahasiswa di STMIK ATMA LUHUR PANGKALPINANG